Kamis, November 12, 2009

Bangga Jadi “Anak Masjid”


Anak masjid sering diidentikan dengan penampilan yang rada-rada beda, seperti memelihara jenggot, anak putrinya pakai jilbab, ilmu agamanya lumayan oke, dan perilakunya kalem. Terjun sebagai aktivis masjid sekolahan emang gampang-gampang susah. Gimana nggak, hampir setiap gerak-gerik kita pasti dalam pantauan teman dan guru. Uniknya lagi, pandangan miring dan lurus bisa aja ditujukan sama anak masjid ini. Nah, itulah kenapa gampang-gampang susah.

Contohnya aja, banyak yang menganggap anak masjid serba tahu tentang Islam, akhlaknya bagus-bagus, sopan, dan nggak pecicilan. Baik yang laki maupun yang putri. Tapi ada juga yang berkomentar sedikit miring. Misalnya aja disebut ekslusif, nggak mau gaul, gampangan bilang haram atawa halal dan sebutan lain yang kadang bikin nggak enak ati.

Kalo boleh mengatakan, anak masjid itu adalah tipe orang yang banyak temennya, tapi sekaligus banyak ‘musuhnya’. Yang setuju dan mendukung langkah dakwah anak masjid, tentu adalah kawan dalam perjuangan. Tapi bagi yang merasa ‘disalahkan’—karena perbuatannya emang bertentangan dengan Islam—acapkali kelompok ini berdiri berhadapan dengan anak masjid. Timbullah ‘perang dingin’, atau nggak jarang pula ‘perang panas’ alias menggunakan fisik. Nah, itulah sekilas profil anak masjid. Setidaknya emang harus kuat mental. Bukan apa-apa, posisi kita sebagai anak masjid berarti udah siap menghadapi segala kondisi. Baik atau buruk kondisi itu. Menguntungkan ataupun merugikan. Pokoknya, siap diapain aja deh, termasuk kalo harus dihormati atau dicela. Yang penting, show must go on. Pede aja lagi, soalnya kita berada di jalan yang benar, Brur.

Munculnya kelompok aktivis Islam di sekolahan emang membawa perkembangan baik. Terutama di sekolah-sekolah berlabel “umum” alias bukan sekolah agama. Ini menunjukkan adanya kesadaran di kalangan remaja Islam untuk berusaha mensyiarkan Islam, meski tidak berada di lingkungan sekolah agama atau pesantren. Tentu, pada gilirannya nanti bakal memupuk semangat berjuang dan berkorban untuk Islam itu sendiri. Karena memang Islam bukan cuma milik mereka yang udah biasa hidup di lingkungan pesantren or sekolah agama doang. Dan emang berjuang untuk Islam bukan cuma kewajiban ustadz or mereka-mereka yang ngendon di pesantren atawa sekolah agama aja, tapi semua kaum muslimin. Itu artinya, baik yang di pesantren maupun di sekolah umum wajib berjuang membela Islam. Syukur banget kalo sekarang banyak kegiatan Islam yang dikelola oleh para remaja masjid, baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat umum. Jelas ini adalah prestasi yang hebat.

Di tengah kondisi masyarakat yang makin amburadul ini, udah saatnya untuk segera diubah, kawan. Kalo nggak? Aduh, kita nggak mengharapkan remaja ancuran-ancuran, deh. Nah, paling nggak, munculnya aktivis Islam di sekolahan adalah sebagai upaya untuk mengimbangi kerusakan moral remaja di sekolah. Makanya, “anak masjid” ini kudu serius, total, dan optimis dalam berjuangnya. Nggak boleh ragu, takut, atau malah pesimis.

Nah, karena kita sudah memposisikan diri menjadi aktivis Islam sekolahan, maka sepak terjang kita juga harus disesuaikan dengan ‘predikat’ mulia tersebut, dong. Setelah siap mental menjadi “anak masjid” di sekolahan, maka supaya itu menular ke teman-teman kamu maka kegiatan-kegiatan keislaman perlu digelar, tuh. Dari mulai yang harian, mingguan, bulanan, sampai kegiatan “hari besar Islam”; kayak muludan, isra’ mi’raj dan lain sebagainya.

Hubungan dengan Guru dan Teman
Kamu mungkin bisa lugas dan enteng aja ketika gaul dengan sesama aktivis masjid. Tapi urusannya bakal lain, bila yang kamu hadapi adalah guru dan teman-teman di luar aktivis masjid. Seringkali--ini mungkin penyakit yang nggak baik--kita sudah memasang kuda-kuda duluan bila harus berhubungan dengan guru dan teman-teman di luar anak masjid. Emang sih, kita juga ngerti kok, kamu berbuat begitu pasti ada alasannya. Kamu bersikap begitu, bisa aja karena guru selalu menaruh curiga dengan aktivitas keislaman yang kamu buat. Teman-teman yang lain pun mungkin agak risih berteman dengan kamu karena merasa canggung, khawatir gaya gaul mereka nggak disukai sama anak masjid. Kan berabe tuh? Pasti tambah runyam.

Nah, disinilah kita perlunya membina komunikasi dengan baik. Bisa aja para guru menaruh curiga kepada kita, karena kita mungkin nggak transparan dalam mengadakan kegiatan di sekolah. Tepatnya liar, gitu lho. Kalo ini dibiarkan terus berlangsung, guru bisa memiliki alasan untuk curiga kepada anak masjid. Kan berabe tuh. Payahnya lagi, bila kondisi ini nggak segera disadari oleh anak masjid. Misalnya aja, kita malah membuat jarak dan ikutan curiga kepada para guru. Wah, akhirnya saling curiga yang nggak jelas masalahnya ini makin tambah ruwet dan merepotkan. Jelas itu nggak bakal menyelematkan dakwah di sekolah. Bisa aja perjuangan kita amburadul di tengah jalan, ya nggak? Belum lagi bila teman-teman di luar aktivis masjid tahu bahwa hubungan kamu dengan guru nggak harmonis, itu makin tambah kusut. Bisa aja kan, bila kemudian mereka memberikan cap jelek bagi para aktivis masjid. Terus mereka menjauhi kamu. Aduh, jadi tambah bete kan? Makanya perlu membina komunikasi yang sehat dan benar. Harus itu!

Hubungan dengan guru dan teman-teman di luar aktivis masjid perlu kamu bina dengan baik. Nggak usah merasa terasingkan bila kamu kebetulan jadi aktivis masjid. Justru sebaliknya kamu kudu menampilkan diri bahwa apa yang kamu lakukan bukan untuk mengajari atau membuat jarak dalam bergaul dengan mereka. Kita bisa bilang, bahwa kegiatan-kegiatan ini bertujuan untuk menysiarkan Islam dan menghidupkan suasana keislaman di sekolah. Yakin deh, bila kita terbuka, mereka juga lambat laun bakal ngerti keinginan kita. Kalo udah terbina dengan baik, nggak mustahil bila mereka kemudian mendukung kita. Insya Allah, guru nggak bakalan menyulitkan kegiatan kita. Teman-teman di luar aktivis masjid pun menjadi bagian dari dakwah kita. Mereka akan ikut kegiatan kita, dan menjadikan kita ‘lampu’ yang bisa menerangi jalan mereka. Kan hebat tuh?

Jadi intinya dalam masalah komunikasi. Kita terbuka, dan dekat dengan mereka, insya Allah hubungan tersebut bakal harmonis. Keberadaan kita nggak bakalan dicurigai dan dimusuhi terus menerus.

Itu emang kondisi idealnya, lho. Dan tentu saja itu yang kita harapkan. Tapi tentu urusannya bakal lain, bila kita menghadapi sikap guru yang kelewat curiga dengan kita. Belum apa-apa udah pasang tampang sangar bila berhadapan dengan kita. Kita udah berusaha berbaik hati dengan sang guru, tapi ternyata yang kita dapatkan justru sebaliknya. Mereka malah melarang segala bentuk kegiatan keislaman yang kamu lakukan, dengan alasan yang kadang nggak masuk akal juga. Misalkan, mereka khawatir bila kegiatan tersebut mengganggu proses belajar mengajar. Atau bisa aja alasan yang sebetulnya dibuat-buat; seperti takut anak didiknya kecemplung dan ikut-ikutan dengan aktivitas yang radikal (menurut istilah yang mereka buat sendiri). Alasan lainnya adalah justru sang guru merasa risih—tepatnya minder—dengan maraknya kegiatan keislaman ketimbang eskul yang lainnya. Apalagi bila sekolah tersebut menyandang sekolah umum favorit. Wah, guru tersebut bisa gerah seumur-umur kali ya?
Dengan tipe guru yang model begini, tentu cara pendekatannya sedikit berbeda. Kamu kudu jeli nyari uslub (baca: cara) agar dakwah tetap selamat. Bisa dicoba dengan sowan ke guru tersebut, terus menjelaskan dengan sedetil-detilnya tentang keberadaan remaja masjid dan kegiatannya. Cara lain, bisa aja kamu minta bantuan guru yang udah deket sama anak masjid untuk melobi sang guru ‘bermasalah’ itu. Kira-kira begitulah cara pendekatannya. Nah, kalo ternyata nggak bisa juga. Berarti di sini main kuat-kuatan berargumen. Kamu bisa ‘tembak’ sang guru dengan menunjukkan aktivitas teman-teman kamu di luar anak masjid, kalo kebetulan ada yang senewen bin gambreng alias badung. Misalnya aja, ternyata di sekolah kamu udah banyak anak-anak junkie alias tukang nge-boat. Atau ternyata banyak murid ceweknya yang jadi ‘kembang jalanan’. Nah, kamu jelasin deh, bahwa yang perlu dan wajib diurus adalah mereka yang begituan. Dan kita bisa bantu guru untuk menanganinya. Kan jadi ada kerjasama.
Sekarang bagaimana menghadapi teman yang sok memusuhi dan bikin gep ama anak masjid? Untuk menangani yang beginian, selain kamu ngejelasin ke mereka, tunjukkin juga perbuatan kamu yang memang mencerminkan sikap seorang muslim yang baik. Kalo masih macem-macem juga, misalkan membuat isu yang nggak benar, datengin aja dan tanyakan kenapa berbuat begitu. Insya Allah hubungan kita dengan guru dan teman akan terjalin dengan baik. kalo udah berusaha namun ternyata yang kita terima justru sebaliknya? Ya, kita cuma bisa bersabar, dan tetap berjuang. Anggap aja semua itu sebagai ujian, cobaan, dan fitnah dalam dakwah.

Tetap Percaya Diri
Salah satu faktor yang bisa membuat kita bertahan dengan apa yang kita lakukan adalah rasa percaya diri. Ibaratnya ‘musuh’ yang bisa mengalahkan kamu adalah justru kamu sendiri. Kalo kamu nggak pede dan bahkan merasa inferior alias rendah diri, berarti kamu telah kalah sebelum bertanding. Lucunya lagi, kamu KO oleh diri kamu sendiri. Jadi rasa percaya diri itu emang harus senantiasa ditanamkan dalam diri kita. Ya, sebagai modal berjuang. Mental kamu kudu tahan bantingan, lho. Nggak boleh lunglay duluan hanya karena mendapat rintangan, hambatan, gangguan, dan bahkan ancaman dari ‘lawan’ kamu. Apalagi yang kamu lakukan adalah perbuatan yang benar dan emang diperintahkan oleh Allah Swt. dan Rasul-Nya. Jadi kenapa harus minder?
Firman Allah Swt.:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu". (QS. Fushilat [41]: 30)

Bahkan Allah Swt. telah menjanjikan kepada kaum mukminin yang berjuang menolong agama Allah, bahwa Allah akan menolong dan meneguhkan kedudukannya. Firman Allah Swt.:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad [47] : 7)

Jadi ngapain harus minder or merasa kurang pede menjadi pengemban dakwah yang tergabung dalam “anak masjid”. Sebaliknya harus bangga. Bukan bangga en kegeeran karena dipuji oleh manusia, tapi kita wajib bersyukur karena ternyata yang memuji dan melindungi kita adalah Allah Swt.

Ujian, cobaan, dan fitnah dalam dakwah adalah hal biasa yang tetap harus kita hadapi. Kalo ada “anak masjid” yang unsubscribe alias mengundurkan diri sebagai aktivis masjid sekolahan, berarti doi mentalnya belum membaja. Dicurigai terus-terusan oleh guru dan teman-teman, hanya gara-gara kamu aktif di kegiatan keislaman aja semangatnya udah melempem, gimana kalo sampe digebukin ya? Ingat lho, mungkin aja ujian dan cobaan yang Allah berikan kepada kita belum seberapa dahsyatnya bila dibandingkan dengan yang Allah berikan kepada ummat terdahulu. Hanya kesabaran yang bakal menghibur kita dan membuat kita tetap bertahan untuk berjuang. Allah Swt. berfirman:

أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. al-Baqarah [2] : 214)

Emang kayaknya belum seberapa ujian dan cobaan yang kita alami dibanding cobaan yang diberikan kepada Rasulullah dan para sahabatnya ketika berusaha menyebarkan risalah Islam ke seluruh dunia. Mungkin, bila Rasulullah dan para sahabat tidak sabar, kayaknya dakwah nggak bakalan nyampe ke kita tuh. Suka-duka perjuangan Rasulullah dan para sahabatnya ini juga bisa kita jadikan teladan untuk tetap tampil percaya diri dan sabar dalam berdakwah. Khususnya dakwah di lingkungan sekolah kita. Sekali lagi, kita emang kudu bangga menjadi anak masjid alias aktivis Islam di masjid sekolah atau di masyarakat. Perjuangan menyeru kebenaran (baca: Islam) adalah aktivitas yang mulia, lho. Firman Allah:

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?"” (QS. Fushilat [41] : 33)

Nah, mulai sekarang, kamu kudu serius, total, dan optimis dalam dakwah!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut